Belajar ke Malaysia

⊆ 09.15 by SOCIAL ENTREPRENEUR | ˜ 0 komentar »

Dalam soal zakat, ternyata Malaysia juga lebih maju dibanding Indonesia. Padahal penanganannya tak rumit, tanpa undang-undang lagi. Untuk mem-benchmark-nya memang harus jeli. Sebab jangan hanya melihat sosok lembaganya. Amati juga mengapa kondisi Malaysia bisa mendorong lembaga zakat bisa tumbuh maksimal.

Pusat Pungutan Zakat (PPZ)

Hingga akhir tahun 80-an, penanganan zakat di Malaysia masih terbengkalai. Baru di 1 Januari 1991, Malaysia mencoba mengatasinya dengan pendekatan baru. Itu ditandai dengan dioperasionalkannya Pusat Pungutan Zakat (PPZ) di Kuala Lumpur. PPZ yang didisain konsultan Coopers & Lybrand, sesungguhnya telah disiapkan dua tahun sebelumnya. Langkah baru yang dimaksud, PPZ bukanlah lembaga pemerintahan melainkan murni perusahaan swasta yang disewa pemerintah.

PPZ diresmikan PM Dr. Mahathir Mohammad pada Maret 1991. Dalam kerjanya PPZ berkordinasi ke Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP). Di bawah MAIWP sendiri terdapat Baitul Maal (BM) yang bertugas sebagai agihan (penyalur) dana zakat. Karena perusahaan swasta, kedudukan PPZ tetap independen, serta posisinya sejajar dengan Baitul Maal.

Ada dua tujuan yang menarik dari sekian tujuan PPZ. Pertama menyenangkan pembayaran zakat. Kedua mengenalkan jurus marketing perusahaan dan teknologi berbasis komputer. Ternyata keberhasilan PPZ yang murni swasta, diikuti negeri-negeri bagian lain di Malaysia. Kini sejenis PPZ tumbuh di lima negeri yakni Melaka, Pahang, Selangor, Pulau Pinang dan Negeri Sembilan. Selebihnya delapan negeri yang lain, masih menggabungkan fungsi penghimpunan dalam tubuh BM.

Kutipan Zakat

Malaysia tidak mengenal pengelolaan zakat secara nasional. Ke-14 negeri bagian, masing-masing mengelola untuk kepentingan sendiri. Di bawah ini ditampilkan tabel yang menggambarkan jumlah penghimpunan zakat di 14 negeri bagian Malaysia. Tahun-tahun tabel menggambarkan tiga hal penting. Pertama tahun 1991, menjadi tonggak lahirnya PPZ. Kedua tahun 1997 dan 1999, menjelaskan krisis moneter yang mempengaruhi turun dan naiknya kembali penghimpunan zakat. Dan ketiga tahun 2001 menggambarkan perolehan zakat terkini.

Tabel Kutipan Zakat Negeri-Negeri di Malaysia ( 1991 – 2001)*

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No N e g e r i 2001 1999 1997 1991

(RM) (RM) (RM) (RM)

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1 W. Persekutuan 72.886.035 36.019.248 52.850.927 14.639.933

2 Selangor 61.432.750 37.760.000 37.213.288 7.505.522

3 Johor 31.432.921 28.591.949 22.612.834 6.567.911

4 Terengganu 28.247.343 12.499.444 12.883.924 4.584.147

5 Perak 20.468.412 15.695.046 15.629.554 6.705.526

6 Pulau Pinang 17.550.949 10.388.466 9.716.224 2.623.824

7 Pahang 16.625.473 9.375.239 9.225.865 2.805.483

8 Kelantan 16.582.718 9.533.087 11.171.432 3.332.410

9 N. Sembilan 13.230.123 8.763.046 7.470.136 2.784.985

10 Kedah 12.487.629 8.399.694 6.409.012 2.757.326

11 Melaka 12.034.520 7.656.886 8.556.377 4.381.836

12 Serawak 8.318.162 4.611.670 3.907.769 1.507.696

13 Sabah 5.331.114 3.743.029 2.604.679 910.571

14. Perlis 3.720.504 2.469.199 3.203.206 1.541.811

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jumlah 320.348.659 195.506.008 203.455.228 61.107.168

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

* Diolah dari berbagai sumber.

Dari tabel tampak PPZ Wilayah Persekutuan menjadi lembaga penghimpun terbesar. Dana RM 72 juta, sebagian berasal dari 40 ribu muzaki di luar zakat perusahaan. Biaya operasional termasuk gaji pegawai PPZ, telah diputuskan MAIWP diambil dari kutipan yang besarnya tak lebih dari 1/8. Berarti dengan kutipan RM 72 juta, hak PPZ berjumlah RM 8 juta. Jika RM 1 setara Rp 2.000, maka PPZ menerima Rp 16 milyar. Dana sebesar itu digunakan untuk gaji karyawan dan operasional selama satu tahun. Selebihnya yang RM 64 juta, diserahkan ke Baitul Maal.

Yang juga perlu dicermati, perolehan zakat di tahun 1999 menurun karena Malaysia juga terkena krisis moneter. Namun dari 14 negeri, hanya lima yang mengalami penurunan yakni W. Persekutuan, Terengganu, Kelantan, Melaka dan Perlis. Dari pertumbuhan kutipan zakat tersebut, terlihat bahwa pondasi ekonomi Malaysia betul-betul kuat meski dilabrak krisis moneter. Maka mulai 1999, kutipan zakat kembali tumbuh normal.

Total zakat terhimpun RM 320-an juta. Dirupiahkan setara dengan Rp 640-an milyar. Dana itu berasal dari zakat pendapatan (profesi), zakat tabungan, zakat harta, qadha zakat, zakat fitrah serta sedikit infak sedekah. Untuk zakat profesi, yang dibidik PPZ adalah mereka yang berpenghasilan minimal RM 5.000 per bulan. Penghasilan di bawah itu, belum jadi sasaran. Tabel itu juga mengindikasikan, belum seringgit pun kutipan berasal dari wakaf tunai. Bisa dibayangkan jika Malaysia mulai menggalakan wakaf tunai maupun wakaf harta tak bergerak.

Dari data tahun 2002 yang belum terbit, PPZ menghimpun RM 80-an juta. Sekitar RM 4 juta berasal dari Tabung Haji. Setiap tahun Tabung Haji memang mengeluarkan zakat perniagaan. Tahun 2002, total zakat yang dikeluarkan Tabung Haji untuk 14 negeri bagian berjumlah RM 18 juta. Jika zakat tersebut berasal dari laba Tabung Haji, maka total labanya adalah RM 18 juta X 2.5% = RM 720 juta. Bila dirupiahkan maka laba yang diraup Tabung Haji 2002 sekitar Rp 1.440 milyar atau lebih kurang Rp 1.4 triliun.

Amil

Pengelolaan zakat mencakup tiga aktivitas yakni penghimpunan, keuangan administratif dan pendayagunaan distribusi. Idealnya ketiga kegiatan tersebut dijalankan dalam satu wadah. Dengan demikian orang yang bekerja di lembaga itu dinamakan amil. Sementara dengan fungsi PPZ yang hanya mengutip zakat, pegawainya tak dapat disebut amil. Sedang Baitul Maal (BM) yang akan dibahas berikut, juga tidak dapat dikatakan amil karena hanya menjalankan fungsi agihan (pendayagunaan dan distribusi) zakat.

Soal amil, tampaknya pemerintah Malaysia tak ambil pusing. Pegawai PPZ merupakan profesional swasta, sedang karyawan BM merupakan kaki tangan pemerintah. Dalam hal gaji dan operasional, pemerintah mengizinkan PPZ mengambil 1/8 dari zakat terhimpun. Pemerintah hanya menanggung gaji dan operasional BM. Bahkan melalui BM ini, pemerintah juga menyalurkan dana besar untuk pembasmian kemiskinan. Dengan komitmen tersebut, negeri Tuan Mahahthir ingin mengatakan mereka tak butuh bantuan asing untuk membasmi kemiskinan.

Baitul Maal (BM)

BM yang juga berinduk pada MAIWP, lebih dahulu lahir dibanding PPZ. Dengan membandingkan kemiskinan di Indonesia, tugas BM ternyata ringan-ringan saja. Sebab strategi Malaysia dengan New Economic Policy-nya (NEP), telah mampu mendongkrak kesejahteraan. Kuantitas dan kualitas kemiskinan di Malaysia amat mencengangkan. Tahun 1998 orang miskin Malaysia adalah mereka yang berpenghasilan di bawah RM 700 per bulan. Di tahun 2003 ini, yang disebut miskin adalah mereka yang penghasilannya kurang dari RM 1.200 per bulan.

Dengan penghasilan itu, maka yang mendapat bantuan BM adalah mereka yang memiliki motor dan terkadang kereta (mobil), televisi, kulkas, kompor gas dan rumah sederhana. Jika tak punya rumah, BM menyewakannya. Setiap KK mendapat semacam uang saku rata-rata RM 300 per bulan. Pendidikan dan kesehatan bagi seluruh keluarga, gratis ditanggung BM. Untuk pendidikan, selain SPP yang juga gratis, anak-anak mereka mendapat peralatan sekolah seperti buku, tas dan seperangkat alat tulis serta seragam sekolah. Jika keluarga miskin terkena bencana atau kebakaran, BM mengganti total kerugiannya.

Bantuan itupun di luar modal usaha, yang sangat dianjurkan BM. Untuk penanganan permodalan, sebagian besar disalurkan melalui Amanah Ihtiar Malaysia (AIM). Di Indonesia, secara resmi AIM telah mengadakan kerja sama dengan Dompet Dhuafa Republika (DD) dalam pembasmian kemiskinan. Jangan kaget, di tahun 2003 ini, orang miskin di Kuala Lumpur hanya berjumlah 4.000-an KK. Sebuah keberhasilan penanganan. Karena di tahun 1998 jumlah yang disantuni berjumlah 7.000-an KK. Bukankah itu cermin, kebijakan NEP mampu mendorong iklim usaha semikro apapun untuk berkembang.

Dalam program jangka panjang, BM membangun Institut Kemahiran BM. Di institut ini disediakan berbagai kursus, seperti menjahit, catering dan perbengkelan. BM juga mendirikan Institut Profesional BM, yang mengajarkan tentang kesekretarisan dan bisnis adminstratif. Yang memiliki otak cemerlang, diarahkan masuk universitas seperti ke Institusi Pengajian Tinggi Awam (IPTA) yang juga dibangun oleh BM. Mengingat dana di BM berlebih, dana pun diinvestasikan ke berbagai bisnis seperti trading dan real estate.

Di tahun 2003, BM bekerja sama dengan Tabung Haji membangun sebuah rumah sakit umum Hospital PUSRAWI (HP). HP ini dibangun dengan menggabungkan konsep rumah sakit dan hotel. HP yang dibangun dengan dana RM 100 juta, memiliki 250 tempat tidur pasien dengan fasilitas pengobatan terkini. Sedang blok hotel, menampung 103 bilik (kamar). HP yang diharapkan mulai beroperasi Agustus 2004, dilengkapi kafetaria, lounge, ruang lobby, ruang seminar dan 281 Tempat Letak Kereta (parkir mobil).

Benchmarking

Mempelajari keberhasilan bukanlah pekerjaan mudah. Lebih-lebih yang dipelajari menyangkut kebijakan negara dan kultur birokrasi. Ini pembicaraan integritas, bagaimana Malaysia merangkum visinya dalam praktek nyata tentang amanah, tanggung jawab, komitmen dan profesionalisme. Karena semuanya nyaris maju, bagaimana menyiasati strategi benchmark-nya dalam memilah banyak hal yang ditawarkan. Sementara Denny JA mencatat: Birokrasi kita yang besar dan lamban, mewarisi tingkah korup yang amat lihai. Politik yang diwariskan begitu fragmentaris. Ekonomi juga cuma mewariskan utang. Dalam hubungan sosial, yang tampak justru kedengkian, permusuhan dan ketidakpercayaan.

Dengan kondisi begitu, apa yang sebenarnya ingin di-benchmark. Dalam hal PPZ dan BM, pemerintah Malaysia telah mengeluarkan kebijakan. Tepat tidaknya kebijakan, tergantung pada sikap pemerintah Malaysia sendiri. Dan inilah kunci dari keberhasilan Malaysia. Pemerintah Mahathir amat tegas. Posisi pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, difungsikan dengan komitmen penuh tanpa conflict of interest. Gangguan dan pertikaian politik, pro dan kontra pasti ada. Sebuah konsekuensi logis, karena di tubuh pemerintah berkumpul banyak kepentingan. Namun sejak Malaysia dipimpin pertama kali oleh PM Tungku Abdurrahman hingga PM Mahathir Mohammad, tampaknya tak ada perubahan kebijakan yang bertolak belakang. Sebagai pimpinan tertinggi Malaysia, Mahathir sadar, dia adalah PM untuk bangsa Malaysia. Bukan PM untuk UMNO-nya, apalagi untuk keluarganya. Semua kebijakan dikhidmatkan untuk kejayaan bangsa.

Dalam hal pengelolaan zakat ini, ada empat kebijakan Malaysia. Pertama, pemerintah merestui status hukum PPZ sebagai perusahaan murni yang khusus menghimpun zakat. Kedua mengizinkan PPZ mengambil 12.5% dari total kutipan zakat setiap tahun, untuk gaji dan operasional. Ketiga pemerintah menetapkan zakat menjadi pengurang pajak. Dan keempat pemerintah pun menganggarkan dana guna membantu BM dalam membasmi kemiskinan.

Dari ke-4 kebijakan itu, secara tersirat zakat tak difungsikan sebagai komponen penting pembasmi kemiskinan. Ketegasan implementasi kebijakan untuk bangsa tanpa kepentingan sesaat, itulah yang mendorong sehatnya Malaysia. Keberhasilan PPZ sebagai swasta, bukanlah pesaing yang mengganggu wibawa pemerintah. Malah sebaliknya PPZ harus bersyukur karena didongkrak pemerintah. Malaysia telah lama punya Vision 2020. Bagaimana dengan kita? Sedih karena kemiskinan makin menghebat di Indonesia.

Pd Pinang

6 Februari 2007


0 Responses to Belajar ke Malaysia

= Leave a Reply