Muslim Indonesia, KIKIR

⊆ 09.03 by SOCIAL ENTREPRENEUR | ˜ 1 komentar »

Potensi tak selalu konstruktif. Yang kerap luput destruktifnya. Sebagai contoh, bandingkan zakat dengan sumber daya alam. Jika dibiarkan, sumber daya alam cenderung aman terpendam. Sedang zakat yang tertahan di kocek muslim, langsung merusak kehidupan. Kerusakan pertama, hidup ‘ingkar muzaki’ tak berkah. Zakat yang bukan haknya, melenyapkan barokah seluruh hartanya. Kerusakana kedua akibat tertahan fakir miskin yang harusnya tertolong, malah makin melarat dilumat kemiskinan. Lantas kerusakan ketiga, harmoni sosial seperti apa yang dipenuhi ‘ingkar muzaki’ dan ‘mustahik penuh dendam’. Bakalkah tergapai impian ‘masyarakat Madani’?

Bicara potensi memang kerap menjebak. Cilakanya justru kita termasuk bangsa yang suka bicara potensi saja. Ibarat mimpi, potensi itu indah saat terlelap. Usai siuman, kita kembali terjebak dalam rutinitas hidup. Lupa untuk sungguh-sungguh berijtihad, bagaimana bisa mewujudkan sosok potensi. Terus saja kita bicara potensi di berbagai forum seminar dan diskusi, disesaki khayal berandai-andai. Negara ini meruah-ruah dengan sumber daya alam bukan. Namun, mengapa makin miskin. Negara ini mayoritas dihuni muslim. Tapi, mengapa zakat amat jauh dari harapan. Gotong royong katanya modal sosial. Hanya untuk menghindar macet saja, kocek pun musti dirogoh di mulut-mulut gang.

Potensi

Jumlah penduduk Indonesia 220 juta orang, yang 80% dihuni muslim. Total dibulatkan 180 juta jumlahnya. Jika separuh muslim diasumsikan miskin, berarti ada 90 juta yang kaya. Dari jumlah itu, berapa yang jadi muzaki? Lalu berapa zakat yang tertunai? Saat ini ada tiga pendapat yang sering diacu seputar potensi zakat. Pendapat pertama, saat menjabat Menteri Agama, Said Agil Munawar menyatakan potensi zakat sekitar Rp 7 triliun per tahun. Pendapat kedua, PIRAC yakin zakat mencapai Rp 9 triliun. Pendapat ketiga, PBB UIN menegaskan per tahun zakat bisa terhimpun di angka Rp 19 triliun.

Dari ketiga pendapat itu, kalkulasi hitung-hitungannya masih sayup-sayup sampai. Kini kita coba rinci. Jumlah 90 juta muslim kaya adalah data per orangan. Data jiwa ini harus dijadikan keluarga. Asumsikan dalam satu keluarga, diisi 3 anak dan ibu bapak. Bagikan angka 90 juta jiwa dengan 5 anggota keluarga. Maka kini ada 18 juta keluarga muslim kaya di Indonesia. Dari jumlah itu, kita coba kuak kekuatan zakatnya. Katakan ada tiga potensi, yang tergambar sebagai Potensi Terburuk, Potensi Progresif dan Potensi Ideal. Ketiga potensi tersebut ditabelkan sebagai berikut.

Tabel 1

Potensi Terburuk
Zakat Rp 50.000 per bulan

Prosentase

J U M L A H

M u z a k i

(orang)

B u l a n

(Rupiah)

T a h u n

(Rupiah)

10%

1.8 juta

90 miliar

1.08 triliun

20%

3.6 juta

180 miliar

2.16 triliun

30%

5.4 juta

270 miliar

3.24 triliun

40%

7.2 juta

360 miliar

4.32 triliun

50%

9 juta

450 miliar

5.4 triliun

60%

10.8 juta

540 miliar

6.48 triliun

70%

12.6 juta

630 miliar

7.56 triliun

80%

14.4 juta

720 miliar

8.64 triliun

90%

16.2 juta

810 miliar

9.72 triliun

100%

18 juta

900 miliar

10.8 triliun


Asumsi Potensi Terburuk, dilandaskan pada penunaian zakat yang Rp 50.000 per bulan. Itu 2.5% dari penghasilan muzaki yang Rp 2 juta per bulan. Dan seperti tertera di tabel, Potensi Terburuk mencatat zakat terkecil berkisar Rp 90 miliar per bulan. Total setahun terhimpun Rp 1.08 triliun. Yang perlu digarisbawahi, jumlah ini hanya 10% dari 90 orang kaya muslim. Selebihnya yang 81 juta, merupakan ‘muslim kaya yang belum mau jadi muzaki. Jika yang kaya mau berubah pikiran jadi muzaki, per bulan bakal terhimpun zakat Rp 900 miliar. Setahun terhimpun Rp 10.8 triliun. Sebuah jumlah yang tak sedikit dari hitungan Potensi Terburuk.

Tabel 2
Potensi Progresif

Zakat Rp 100.000 per bulan

Prosentase

J U M L A H

M u z a k i

(orang)

B u l a n

(Rupiah)

T a h u n

(Rupiah)

10%

1.8 juta

180 miliar

2.16 triliun

20%

3.6 juta

360 miliar

4.32 triliun

30%

5.4 juta

540 miliar

6.48 triliun

40%

7.2 juta

720 miliar

8.64 triliun

50%

9 juta

900 miliar

10.8 triliun

60%

10.8 juta

1.08triliun

12.96 triliun

70%

12.6 juta

1.26triliun

15.12 triliun

80%

14.4 juta

1.44 triliun

17.28 triliun

90%

16.2 juta

1.62 triliun

19.44 triliun

100%

18 juta

1.8 triliun




Potensi Progresif ini didasarkan pada kewajiban zakat Rp 100.000 per bulan. Berarti penghasilan muzaki berkisar Rp 4 jutaan. Dari tabel 2 tampak himpunan zakat terkecil mencapai Rp 180 miliar per bulan. Total setahun Rp 2.16 triliun. Lantas, jika 81 juta muslim kaya mau berderma Rp 100 ribu, per bulan zakatnya Rp 1.8 triliun. Setahun mencapai zakat Rp 21.6 triliun. Sebuah angka yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Tabel 3
Potensi Ideal

Zakat Rp 150.000 per bulan

Prosentase

J U M L A H

M u z a k i

(orang)

B u l a n

(Rupiah)

T a h u n

(Rupiah)

10%

1.8 juta

270 miliar

3.24 triliun

20%

3.6 juta

540 miliar

6.48 triliun

30%

5.4 juta

810 miliar

9.72 triliun

40%

7.2 juta

1.08 triliun

12.96 triliun

50%

9 juta

1.35 triliun

16.2 triliun

60%

10.8 juta

1.62 triliun

19.44 triliun

70%

12.6 juta

1.89 triliun

22.68 triliun

80%

14.4 juta

2.16 triliun

25.92 triliun

90%

16.2 juta

2.43 triliun

29.16 triliun

100%

18 juta

2.7 triliun

32. 4 triliun

Landasan Potensi Ideal adalah zakat Rp 150.000 per bulan. Ini angka wajib bagi muzaki yang berpenghasilan Rp 6 jutaan. Dari 10% pembayarnya, terkumpul Rp 270 miliar per bulan. Setahunnya tercapai angka Rp 3.24 triliun. Lantas juga seperti di harapan sebelumnya, andai 81 juta muslim kaya mau bayar zakat, terhimpun angka Rp 2.7 triliun per bulan yang bakal menggelembung jadi Rp 32.4 triliun per tahun. Allahu Akbar Islam memang telah menyiapkan solusi untuk penanggulangan kemiskinan.


Karakter Muslim
Mencermati potensi di tabel, bukan hanya harapan yang sontak meruah-ruah. Sulitnya hidup pun seolah pupus. Sementara faktanya? Dari rumor yang berkembang, tahun 2005 katanya terhimpun ZIS sebesar Rp 400-an miliar. Entah dari mana angka ini lahir. Ada pula yang bilang, BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) menyatakan zakat mencapai Rp 850 miliar. Namun tak satupun personil BAZNAS bisa menjelaskan ‘info liar’ itu. Sementara FOZ (Forum Zakat) mencatat, total himpunan BAZ (Badan Amil Zakat) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) Rp 250 miliar di periode 2005.

Dari info tersebut, harap-harap cemas pun menggayut. Yang dikhawatirkan akhirnya memang musti terjadi. Akurasi data FOZ, agaknya yang paling mendekati kesahihan. Tak bisa tidak, data FOZ-lah yang musti diacu. Maka sungguh amat memilukan. Semua lembaga zakat di Indonesia tahun 2005, cuma mampu menghimpun Rp 250 miliar. Rata-rata per bulan, hanya Rp 12.5 miliar. Tragisnya lagi, jumlah tersebut juga sudah termasuk infak sedekah dan wakaf.

Jika dikupas lebih jauh, komposisi dana ini bisa jadi cermin karakter muslim Indonesia. Pertama dari data yang ada, 80% lebih perolehan dana rutin lembaga zakat berasal dari zakat. Kedua infak sedekah lebih mudah terhimpun, jika terjadi bencana alam. Namun penyumbang terbesar dana kemanusiaan seperti ini, lebih banyak berasal dari berbagai perusahaan. Yang kebanyakan tak dimiliki muslim. Ketiga yang memperjelas karakter muslim Indonesia, zakat yang dihimpun, separuhnya terjadi di bulan Ramadhan.

Makna apa yang bisa disingkap dari kondisi riel ini? Pertama, jika zakat tak wajib, berapa banyak muslim yang mau jadi muzaki. Kedua jika Ramadhan bukan bulan penuh berkah, jangan-jangan yang sudah jadi muzaki pun setengah hati berzakat. Ketiga jika zakat tak wajib, berapa banyak lembaga zakat yang bakal tumbang. Artinya lembaga zakat bisa eksis, kebanyaan memang bukan karena kehebatan mengemas program. Sekali lagi, karena zakat itu wajib.

Keempat, karena program lembaga zakat cuma sekadar santunan, jangan-jangan itu hanya mengambil alih peran muzaki. Yang tadinya langsung disalurkan oleh muzaki, kini ditangani lembaga zakat. Patut dicatat, hanya menyalurkan. Bukan mengemas program untuk mengatasi problem mustahik. Maka makna kelima, itulah yang terjadi. Minimnya dana infak sedekah, jadi bukti betapa minim kreativitas lembaga zakat. Tak kreatifnya lembaga zakat juga tampak dari pengelolaan wakaf. Berapa banyak lembaga zakat yang telah berani terjun mengelola wakaf? Jika sudah, berapa yang sukses?

Sebagai pembanding, Save The Children, sebuah NGO yang terjun di Aceh, membawa $US 150 juta untuk lima tahun. Menurut Ismail Husaini, salah seorang Program Director-nya, per tahun Save harus mengalokasikan $US 30 juta. Per bulan sekitar $US 2.5 juta. Maka per hari, Save musti menggelontorkan dana $US 83 ribu, setara Rp 750 juta jika dikalikan Rp 9.000. Padahal di Aceh, hadir tak kurang dari 400-an NGOs dan lembaga donor. Sebagai contoh, di Aceh dan Nias ini, lembaga donor seperti UNDP, UN Habitat, WFP, ILO, ADB, IDB, USAID dan AUSAID hadir dengan kiprahnya. Sementara NGOs-nya ada Muslim Aid, Grameen Bank cabang Washington, CRS (Catholic Relief Service), IOM dan Mercy Cop. Bayangkan berapa sesungguhnya dana buat Aceh pasca Tsunami. Sementara BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) NAD dan Nias, juga harus mengelola dana Rp 54 triliun.

Siapa Bisa Jawab?
Entah bagaimana menjelaskan kesenjangan potensi dan kondisi riel zakat di Indonesia. Angka di tiga tabel di atas sungguh amat gagah. Hanya dengan Rp 150 ribu, total 18 juta orang kaya muslim menyumbang Rp 32 triliun. Per bulan Rp 150 ribu artinya identik dengan menyisihkan uang Rp 5.000 per hari. Bagi orang kaya muslim, angka itu tentu amat ringan. Bagi yang cekak atau pas-pasan, angka itu bisa disiasahi misalnya dengan mengurangi makan dari tiga kali jadi dua kali sehari. Hanya mengurangi satu kali makan di Warteg, setara dengan sepiring nasi dan telur balado ditambah sepotong tahu tempe.

Himpunan zakat juga makin fantastik jika muzaki berzakat di atas Rp 150 ribu per bulan. Tapi seperti ditengarai di awal tulisan, potensi itu punya sisi positif dan negatif yang sama kuatnya. Positifnya, makin tinggi angka zakat makin memberi harapan. Negatifnya, kondisi sesungguhnya ternyata makin jauh. Nah bukankah ini sebenarnya aib. Sakit hati rasanya. Zakat yang Rp 250 miliar setahun, hanyalah seperempat dari perolehan Rp 1 triliun. Angka satu triliun di tabel 1, berada di peringkat terbawah dari Potensi Terburuk. Lantas bagaimana menjelaskan angka yang hanya Rp 250 miliar setahun? Bukankah angka ini berada di bawah peringkat terbawah dari Potensi Terburuk. Dan itulah wajah kita. Angka riel Rp 250 miliar yang terhimpun, tidak masuk dalam daftar Potensi Terburuk. Lalu, di mana sesungguhnya posisi muslim kaya Indonesia?

Jika dana yang tak terhimpun karena langsung tersalur pada fakir miskin, Allahu Akbar. Jika tidak, astaghfirullah. Apakah muslim kaya Indonesia benar-benar merupakan kumpulan orang-orang kikir? Seorang pengusaha Cina pernah berkata: “Jika orang Islam patuh mau bayar zakat, tak akan ada muslim miskin yang berkeliaran meminta-minta”. Siapa bisa jawab pertanyaan tersisa ini.

--o0o--


One Response to “Muslim Indonesia, KIKIR”

  1. Alim Mahdi Says:
    Subhanallah mas, potensi Zakat sebesar Rp 10.8 triliun, Rp 21.6 triliun dan Rp 32.4 triliun per tahun. Saya baru tahu potensi zakat yang seperti ini.

    Kapan bisa terwujud.., Apa harus dipaksa seperti pada zaman khalifah Abu Bakar dan Institusi mana yang bisa memaksa dan bagaimana caranya?

= Leave a Reply