Zakat Malaysia

⊆ 16.18 by SOCIAL ENTREPRENEUR | ˜ 0 komentar »

Bagian Pertama

Belakangan ini pesona Malaysia makin menarik. Twin tower-nya yang tertinggi di dunia, jadi simbol kebangkitan ekonomi negara jiran ini. Di sisi pendidikan, posisi Malaysia pun telah jadi salah satu pusat pendidikan di ASEAN. Dalam hal zakat, pemerintah Malaysia ternyata mendukung penghimpunan zakat yang dilakukan oleh murni swasta. Posisi pemerintah sendiri, hanya jadi fasilitator dan penanggung jawab. Menariknya lagi, pemerintah Mahathir tak menempatkan zakat sebagai komponen penting dalam membasmi kemiskinan.

Pusat Pungutan Zakat (PPZ)

Dalam wilayah penyelenggaraan, pengelolaan zakat di Malaysia ditempatkan dalam Majlis Agama Islam (MAI). Kordinasi MAI ada dalam kementerian non-departemen. Peran dan fungsi menteri non-departemen, membuat lembaga strategis yang bertanggung jawab langsung pada PM. Dari kementrian MAI ini, lahir terobosan yang amat inovatif yakni Pusat Pungutan Zakat (PPZ) dan Tabung Haji (TH). Karena cuma ada di Malaysia, dua lembaga ini kini jadi rujukan beberapa negara di luar Malaysia.

PPZ resmi beroperasi pada 1 Januari 1991 di Kuala Lumpur. Namun ide gagasan PPZ telah dimulai sejak Mei 1989. Gagasan tersebut lahir dipantik oleh keresahan tak berkembangnya pengelolaan zakat di Malaysia. Penghimpunan zakat dan infak lemah. Sesuatu yang amat lumrah akibat kurangnya kaki tangan (pegawai). Sistem juga belum ada, termasuk kampanye sosialisasi zakat yang hampir-hampir tak pernah dilakukan. Ini menyulitkan muzaki (orang yang wajib zakat) yang hendak membayar zakat. Akibat penghimpunan zakat lemah, institusi tidak memainkan peran yang layak.

Berangkat dari realitas itu, dikontaklah konsultan asing Coopers & Lybrand untuk mengkaji potensi zakat. Konsultan ini bertugas mendisain struktur dan sistem organisasi, termasuk merancang model kampanye dan kiat-kiat marketing guna meningkatkan pendapatan zakat. Rancangan disain itu, tak lain menekankan pada profesionalitas cara kerja korporat. Intinya, PPZ diusulkan menjadi sebuah perusahaan murni yang hanya bertugas menghimpun zakat. Kordinasi PPZ menginduk pada MAIWP (Majlis Agama Islam Wilayah Persekutuan) di Kuala Lumpur. MAIWP sendiri telah memiliki Baitul Maal (BM) yang bertugas sebagai agihan (penyalur) dana zakat. Maka Coopers & Lybrand mengusulkan agar PPZ tetap independen, serta kedudukannya sejajar dengan Baitul Maal.

Usul ini diterima. Lalu Mei 1990, direkrutlah seorang profesional muda, Moh. Dahan bin Abdul Latiff menjadi CEO. Profesional yang hingga tahun 2003 masih memimpin PPZ ini, di Indonesia menjadi anggota Dewan Penyantun merangkap sebagai instruktur tamu di Institut Manajemen Zakat (IMZ). Langkah pertama yang dijalankan Moh. Dahan sejak jadi CEO, merekrut SDM dari beragam latar pendidikan dan memoles ketrampilan sesuai dengan karakter penghimpunan zakat yang nirlaba namun dijalankan dengan standar korporat. Sistem pungutan zakat berbasis komputer pun disiapkan. Kampanye zakat dengan kiat-kiat marketing diuji coba. Rancang sistem keuangan dan laporan kepada publik pun mulai disusun. Hasilnya, Maret 1991, PPZ yang telah menjelma jadi sebuah intitusi zakat profesional, diresmikan oleh PM. Dr. Mahathir Mohammad.

Dari sejumlah tujuan PPZ, ada dua hal yang menarik. Pertama menyenangkan pembayaran zakat. Dan kedua mengenalkan cara korporat dalam urusan marketing dan teknologi berbasis komputer. Ternyata kiat-kiat marketing dan posisi PPZ yang murni swasta, merangsang negeri-negeri bagian lain di Malaysia mencontohnya. Kini selain Wilayah Persekutuan di Kuala Lumpur, PPZ yang independen berdiri sendiri juga tumbuh di 5 negeri yakni di Melaka, Pahang, Selangor, Pulau Pinang dan Negeri Sembilan. Selebihnya yakni delapan negeri yang lain, masih menggabungkan fungsi penghimpunan dalam tubuh BM. Patut diketahui di Malaysia zakat tidak dikelola secara nasional. Ke-14 negeri bagian di Malaysia, masing-masing diberi hak mengelola zakatnya.

Kutipan Zakat

Mengikuti struktur politik yang ada, di Malaysia zakat dikelola masing-masing negeri dengan hak dan wewenang penuh. Jadi zakat tidak dihimpun dan didistribusi secara terpusat. PPZ Wilayah Persekutuan yang berada di Kuala Lumpur, jelajah operasinya hanya berlaku di Kuala Lumpur dan daerah yang masuk bagian Wilayah Persekutuan. Negeri-negeri yang lain juga beroperasi pada wilayah masing-masing. Mereka himpun zakat dari negeri setempat, dan mereka distribusikan untuk kepentingan negeri mereka masing-masing.

Di bawah berikut ini ditampilkan tabel yang menggambarkan jumlah penghimpunan zakat dari 14 negeri bagian Malaysia. Tahun-tahun tabel menggambarkan tiga hal penting. Pertama tahun 1991, menjadi tonggak lahirnya PPZ. Kedua tahun 1997 dan 1999, menjelaskan krisis moneter yang mempengaruhi turun dan naiknya kembali penghimpunan zakat. Dan ketiga tahun 2001 menggambarkan perolehan zakat terkini.

Tabel Kutipan Zakat Negeri-Negeri di Malaysia ( 1991 – 2001)*

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

No N e g e r i 2001 1999 1997 1991

(RM) (RM) (RM) (RM)

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1 W. Persekutuan 72.886.035 36.019.248 52.850.927 14.639.933

2 Selangor 61.432.750 37.760.000 37.213.288 7.505.522

3 Johor 31.432.921 28.591.949 22.612.834 6.567.911

4 Terengganu 28.247.343 12.499.444 12.883.924 4.584.147

5 Perak 20.468.412 15.695.046 15.629.554 6.705.526

6 Pulau Pinang 17.550.949 10.388.466 9.716.224 2.623.824

7 Pahang 16.625.473 9.375.239 9.225.865 2.805.483

8 Kelantan 16.582.718 9.533.087 11.171.432 3.332.410

9 N. Sembilan 13.230.123 8.763.046 7.470.136 2.784.985

10 Kedah 12.487.629 8.399.694 6.409.012 2.757.326

11 Melaka 12.034.520 7.656.886 8.556.377 4.381.836

12 Serawak 8.318.162 4.611.670 3.907.769 1.507.696

13 Sabah 5.331.114 3.743.029 2.604.679 910.571

14. Perlis 3.720.504 2.469.199 3.203.206 1.541.811

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jumlah 320.348.659 195.506.008 203.455.228 61.107.168

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

* Diolah dari berbagai sumber.

Dari data di atas, tampak bahwa PPZ Wilayah Persekutuan menjadi lembaga penghimpun terbesar. Zakat sebesar RM 72 juta yang dikutip PPZ, merupakan hasil sumbangan 40 ribu muzaki yang berdiam di Kuala Lumpur. Biaya operasional termasuk gaji pegawai PPZ, telah diputuskan MAIWP diambil dari kutipan yang besarnya tak lebih dari 1/8. Berarti dengan kutipan zakat RM 72 juta di tahun 2001, hak PPZ sekitar RM 8 juta. Jika RM 1 setara Rp 2.000, maka PPZ menerima Rp 16 milyar untuk gaji karyawan dan operasional selama satu tahun. Selebihnya yang RM 64 juta, diserahkan ke Baitul Maal.

Yang juga perlu dicermati, perolehan zakat di tahun 1999 menurun karena Malaysia juga terkena krisis moneter. Namun dari 14 negeri, hanya lima (5) negeri yang mengalami penurunan yakni W. Persekutuan, Terengganu, Kelantan, Melaka dan Perlis. Sembilan negeri lainnya tetap mengalami pertumbuhan. Dari pertumbuhan kutipan zakat tersebut, terlihat bahwa pondasi ekonomi Malaysia sesungguhnya betul-betul telah kuat meski dilabrak krisis moneter. Tahun 1998 di awal krisis, hanya empat negeri yang menurun kutipan zakatnya dibanding tahun 1997, yaitu W. Persekutuan, Johor, Kelantan dan Perlis. Sejak 1999, kutipan zakat kembali tumbuh normal.

Total zakat terhimpun RM 320-an juta. Dirupiahkan setara dengan Rp 640-an milyar. Dana itu berasal dari zakat pendapatan (profesi), zakat tabungan, zakat harta, qadha zakat, zakat fitrah serta sedikit infak sedekah. Untuk zakat profesi, yang baru dibidik PPZ W. Persekutuan adalah mereka yang berpenghasilan minimal RM 5.000 per bulan. Penghasilan di bawah itu yang jumlahnya lebih dari 40 ribu orang, belum jadi sasaran market PPZ. Juga jangan lupa dari total dana kutipan itu, belum seringgit pun berasal dari wakaf tunai. Bisa dibayangkan jika Malaysia pun mulai menggalakan wakaf tunai maupun wakaf harta tak bergerak.

Dari data terkini tahun 2002 yang belum diterbitkan, diperoleh informasi di tahun itu PPZ menghimpun sekitar RM 80-an juta. Sekitar RM 4 juta berasal dari Tabung Haji. Setiap tahun Tabung Haji memang mengeluarkan zakat perniagaan. Tahun 2002, total zakat yang dikeluarkan Tabung Haji untuk didistribusi ke-14 negeri bagian berjumlah RM 18 juta. Jika zakat tersebut berasal dari laba Tabung Haji, maka dapat dihitung total labanya adalah RM 18 juta X 2.5% = RM 720 juta. Bila dirupiahkan maka laba yang diraup Tabung Haji 2002 sekitar Rp 1.440 milyar atau lebih kurang Rp 1.4 triliun.

Bagian Ke-2

Pengelolaan zakat mencakup tiga aktivitas yakni penghimpunan, keuangan administratif dan pendayagunaan distribusi. Idealnya ketiga kegiatan tersebut dijalankan dalam satu atap manajemen. Orang-orang yang bekerja dengan menjalankan tiga kegiatan dalam satu lembaga dinamakan amil. Maka peran dan fungsi PPZ yang hanya mengutip zakat, belum dapat dikatakan amil karena baru menjalankan satu fungsi saja. Demikian juga dengan Baitul Maal (BM) yang akan dibahas berikut, juga tidak dapat dikatakan amil karena hanya menjalankan satu fungsi yakni mendayagunakan zakat.

Istilah amil memang belum dan tampaknya tidak dipopulerkan di Malaysia. Mereka yang bekerja di PPZ, statusnya adalah karyawan swasta murni. Sementara yang bekerja di BM, merupakan pegawai pemerintah yang ditugaskan di BM. Sedang sebutan amil jadi penting, karena berkaitan dengan penyisihan dana 1/8 dari zakat yang terhimpun. Dengan status bukan amil, sesungguhnya PPZ tidak bisa menyisihkan dana 1/8 dari total zakat terhimpun. Tetapi ijtihad pemerintah Malaysia mengambil kebijakan dengan mengizinkan penyisihan tersebut. Kebijakan itu dilandaskan pada dua pertimbangan.

Pertama, sebagai swasta murni, PPZ harus mencari dana sendiri untuk gaji dan operasional termasuk sewa gedung atau bahkan membeli gedung. Sementara pemerintah Malaysia bakal mengalami kesulitan mencari dalih jika harus menyediakan dana tiap tahun untuk gaji dan operasional PPZ sebagai perusahaan swasta. Pertimbangan kedua, pemerintah sendiri telah menganggarkan seluruh kebutuhan gaji dan operasional untuk lembaga BM yang menjadi “juru agihan” (pendayagunaan dan distribusi). Dengan pertimbangan yang terakhir ini, pemerintah Malaysia membolehkan PPZ penyisihan 1/8 dana dari kutipan zakat setiap tahun. Secara syariah penyisihan tersebut memang dianjurkan. Secara keuangan dan manajemen, kebetulan saja yang memanfaatkan dana itu adalah PPZ.

Baitul Maal (BM)

BM yang juga berinduk pada MAIWP, lebih dahulu lahir dibanding PPZ. Berbeda dengan PPZ, pegawai BM merupakan “kaki tangan” kerajaan. Biaya operasional dan gaji, seperti telah disinggung di atas seluruhnya ditanggung pemerintah. Perbedaan lain dengan PPZ, kegiatan fundraising tak dilakukan BM. Sebab sumber dana BM untuk agihan telah dijamin, yaitu dari kutipan PPZ. Bahkan pemerintahan Mahathir juga menyediakan dana besar untuk pembasmian kemiskinan melalui BM. Dengan komitmen ini, agaknya Malaysia tak butuh NGO asing buat membantu mengatasi kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.

Fungsi, peran dan tugas BM yakni khusus menyalurkan bantuan. Orang miskin Malaysia ternyata jumlahnya sedikit. Tingkat derajat kemiskinannya ternyata jauh lebih sejahtera ketimbang orang miskin Indonesia. Membandingkan dengan Indonesia memang miris. Tiap tahun Indonesia memproduksi kemiskinan, hingga kemiskinan jadi kekayaan Indonesia. Tahun 1998 di Malaysia yang berhak menerima dana zakat adalah bumi putera berpenghasilan di bawah RM 700 per bulan. Seiring dengan peningkatan kesejahteraan Malaysia, di tahun 2003 ini, yang berhak menerima zakat adalah kalangan yang berpenghasilan di bawah RM 1.200. Jika tingkat penghasilan ini diterapkan di Indonesia, barangkali jumlah orang miskin di Indonesia melewati angka seratus juta.

Derajat kemiskinan Malaysia memang membuat orang Indonesia tercengang. Yang mendapat zakat dari BM adalah orang-orang yang punya motor, pesawat televisi, kulkas dan rumah sederhana. Atau jikapun tak punya rumah, disewakan oleh BM. Setiap KK mendapat semacam uang saku rata-rata RM 300 setiap bulan. Pendidikan dan kesehatan bagi seluruh keluarga, secara gratis ditanggung BM. Untuk pendidikan, selain SPP gratis, mereka juga mendapat peralatan sekolah seperti buku, tas dan seperangkat alat tulis. Seragam sekolah pun disediakan dengan dana zakat. Jika keluarga miskin mendapat musibah bencana atau kebakaran, BM akan mengganti kerugian itu.

Bantuan itupun di luar modal usaha, yang memang sangat dianjurkan BM. Untuk penanganan permodalan, sebagian besar disalurkan melalui Amanah Ihtiar Malaysia (AIM). Di Indonesia, secara resmi AIM telah mengadakan kerja sama dengan Dompet Dhuafa Republika (DD) dalam mengemas program Masyarakat Mandiri. Yang lebih membuat terheran-heran, di tahun 2003, orang miskin di Kuala Lumpur ternyata hanya berjumlah 4.000-an KK. Sebuah keberhasilan penanganan, karena di tahun 1998 jumlah yang disantuni berjumlah 7.000-an KK.

Dalam program jangka panjang, BM membangun Institut Kemahiran BM. Di institut ini disediakan berbagai kursus, seperti menjahit, catering dan perbengkelan. BM juga mendirikan Institut Profesional BM, yang mengajarkan tentang kesekretarisan dan bisnis adminstratif. Yang memiliki otak cemerlang, diarahkan masuk universitas seperti ke Institusi Pengajian Tinggi Awam (IPTA) yang juga dibangun oleh BM. Mengingat dana di BM berlebih, dana pun diinvestasikan ke berbagai bisnis seperti trading dan real estate.

Di tahun 2003, BM bekerja sama dengan Tabung Haji membangun sebuah rumah sakit umum Hospital PUSRAWI (HP). HP ini dibangun dengan menggabungkan konsep rumah sakit dan hotel. HP yang dibangun dengan dana RM 100 juta, memiliki 250 tempat tidur pasien dengan fasilitas pengobatan terkini. Sedang blok hotel, menampung 103 bilik (kamar). HP yang diharapkan mulai beroperasi Agustus 2004, dilengkapi kafetaria, lounge, ruang lobby, ruang seminar dan 281 Tempat Letak Kereta (parkir mobil).

Benchmarking

Mempelajari sebuah keberhasilan, ternyata merupakan pekerjaan yang tak mudah. Lebih-lebih yang dipelajari menyangkut lembaga yang punya kaitan erat dengan kebijakan negara dan kultur birokrasi. Coba simak, sudahkan pemerintahan Mahathir memperlihatkan integritasnya? Jawabnya bisa ya dan tidak. Yang jelas bicara integritas tak lain menyorot amanah tanggung jawab, komitmen dan profesionalitas. Dan apa yang tampak di Malaysia, hampir seluruh sektor memperlihatkan kemajuan. Artinya seluruh hal jadi menarik. Maka strategi benchmark-nya adalah kecermatan dalam memilah banyak hal yang ditawarkan. Leluhur kita dulu juga punya pameo bijak: “Lain lubuk lain ikannya”. Dari pepatah tersebut, ada dua makna yang bisa ditarik. Pertama, tiap lingkungan punya karakter yang tak semua ikan bisa hidup di situ. Ikan tawar bakal mati keasinan di laut. Dan kedua, jika lingkungannya sama, berarti ikan yang hidup harus bisa sama-sama sehat.

Malaysia dan Indonesia, lingkungannya sama-sama puak Melayu. Pertanyaannya, mengapa ikan di Malaysia hidup normal, sehat dan sejahtera? Sebaliknya ikan di Indonesia hidup tanpa masa depan, sakit-sakitan dan melarat. Apakah itu berarti orang-orang Malaysia bisa membuat lingkungan jadi kondusif hingga memungkinkan hidup baik? Benarkah kita lebih ganas dari Piranha, hingga lingkungan rusak karena ulah sendiri. Seperti yang Denny JA katakan: Birokrasi kita mewarisi budaya KKN yang amat korup. Politik yang diwariskan begitu fragmentaris. Ekonomi juga cuma mewariskan utang. Dan dalam hubungan sosial, yang berjangkit lebih pada kedengkian, permusuhan dan ketidakpercayaan.

Dengan kondisi demikian, membandingkan Indonesia dan Malaysia jadi runyam. Tetapi studi benchmarking toh tetap harus dijalankan. Untuk itu ada dua pertanyaan kunci. Pertama apa yang dibandingkan, dan kedua lembaga mana yang dibandingkan. Tanpa meyakini apa yang dibutuhkan, studi benchmark terjebak untuk melihat semua hal. Maka sebelum melakukan benchmarking harus dipahami benar apa yang dibutuhkan. Lantas, dalam membandingkan lembaga, pelajari juga lingkungan eksternalnya. Dalam hal PPZ dan BM, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang jitu. Kebijakan itu memprovokasi korporat dan masyarakat, untuk mengakui eksistensi PPZ dan BM.

Pemerintahan Mahathir memang tegas. Posisi pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, sungguh-sungguh difungsikan dengan komitmen penuh tanpa dihalangi oleh conflict of interest seperti untuk kepentingan pribadi, keluarga dan partai. Gangguan dan pertikaian politik, pro dan kontra pasti ada. Sebuah konsekuensi logis bernegara, dimana beragam kepentingan bergumul dalam pemerintahan. Namun sejak Malaysia dipimpin pertama kali oleh PM Tungku Abdurrahman hingga PM Mahathir Mohammad, tampaknya tak ada perubahan kebijakan yang bertolak belakang. Sebagai pimpinan Malaysia tertinggi, Mahathir sadar, dia adalah PM untuk bangsa Malaysia, bukan PM untuk UMNO-nya. Semua kebijakan dikhidmatkan untuk kejayaan bangsa.

Kebijakan

Dalam hal pengelolaan zakat ini, ada empat kebijakan pemerintah Malaysia yang dapat dicatat. Pertama, pemerintah merestui status hukum dan posisi PPZ sebagai perusahaan murni yang khusus menghimpun dana zakat. Kedua mengizinkan PPZ mengambil 12.5% dari total kutipan zakat setiap tahun, untuk membayar gaji pegawai dan biaya operasional. Ketiga pemerintah menetapkan zakat menjadi pengurang pajak. Dan keempat pemerintah pun menganggarkan dana guna membantu kegiatan BM dalam membasmi kemiskinan.

Menurut Mohd. Rais Haji Alias, salah seorang direksi PPZ, dana yang dihimpun PPZ adalah no thing. Tak ada seujung kuku bila dibandingkan dengan pajak yang diterima pemerintah. Pajak yang dihimpun Malaysia di tahun 2003, berjumlah sekitar RM 50 milyar. Jika dirupiahkan nilainya setara dengan Rp 100 triliun. Suatu jumlah yang amat berlebih dibanding total penduduk Malaysia yang berjumlah sekitar 30 juta orang. Di luar dana pajak itu, uang yang beredar menghidupkan sektor ekonomi jauh lebih besar. Lumrah bila kehidupan negeri jiran ini makmur. Maka menjadi jelas mengapa pemerintah Malaysia tidak menempatkan zakat sebagai komponen penting dalam membasmi kemiskinan.

Kebijakan di atas, jadi cermin keseriusan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan kesejahteraan rakyat. Itu juga jadi bukti bahwa posisi pemerintah sebagai fasilitator, benar-benar mendorong unsur kelembagaan agar bisa tumbuh maksimal jadi mitra pembangunan. Maka bagi pemerintah Malaysia, keberhasilan PPZ bukanlah pesaing yang mengganggu wibawa pemerintah. Malah sebaliknya kebijakan pemerintah yang mendongkrak PPZ, menjadi kata kunci merebut hati policy maker PPZ. Jangan lupa kehadiran PPZ merupakan usulan dari sebuah konsultan, yang tentunya juga mendapat dukungan dari banyak pihak.

Malaysia punya Vision 2020. Apakah Indonesia punya visi? Kemiskinan sebagai kekayaan Indonesia, entah apakah itu jawabnya. Wallahu’alam.

Februari 2005


0 Responses to Zakat Malaysia

= Leave a Reply