BMT Center (Bagian 2)

⊆ 17.22 by SOCIAL ENTREPRENEUR | ˜ 1 komentar »

BMT Centre telah terdeklarasi 15 Juni 2005. Arahnya memang jadi sebuah forum. Sebagaimana galibnya, forum seharusnya menampung seluruh BMT tanpa terkecuali. Sementara yang hadir dalam deklarasi merupakan BMT yang berasset di atas 3 miliaran rupiah. Sudah tentu BMT di bawah itu tak bisa tertampung. Timbul pertanyaan, apakah BMT di bawah asset itu harus juga membentuk forum sendiri? Jika ya, apakah forum kedua yang dibentuk ini menampung seluruh BMT atau hanya membatasi diri bagi BMT berasset antara 1 sampai 3 miliar misalnya? Jawabnya yang bisa ya atau tidak, tentu amat tergantung sikon.

Bola Liar

Dari deklarasi BMT Centre di atas, ada beberapa catatan menarik. Catatan utama, harus jujur diakui bahwa thinktank belum menguasai betul konsep dan arah tujuan BMT Centre. Akibatnya siapa bisa cegah gagasan itu pun telah menggelinding sebagai “bola liar”. Soal penguasaan konsep sesungguhnya bicara tentang waktu. Artinya seiring perjalanan waktu, konsep pun akan jadi sempurna karena pasti ada perbaikan dan pembenahan. Sebetulnya kelemahan konsep itu bukan terletak pada content apa isinya, melainkan pada ketidayakinan. Karena tak yakin, beberapa pertanyaan muncul. Pertama apakah konsep tersebut baik atau tidak. Kedua berapa banyak kira-kira BMT yang mau bergabung di dalamnya. Ketiga jangan-jangan konsep ini malah bakal menuai masalah.

Konsep baik atau tidak, soalnya jadi relatif. Keraguan ini harusnya tak muncul mengingat penggagas di belakangnya bukan orang yang asing dengan dunia per-BMT-an. Karena tak yakin persoalan berkembang jadi lebih luas. Pemangku utama BMT Centre yakni Dompet Dhuafa (DD), akhirnya pun jadi setengah hati akan sosok yang digagas. Sementara bagi thinktank, arahan DD sangat dinanti-nanti sebagai landasan berpijak. Apa yang dikehendaki DD, jadi rambu yang jelas kemana visi itu hendak dilabuhkan. Namun yang diharap-harap mungkin tak kunjung tiba, sedang waktu deklarasipun sudah dijadwal. Pepatah lama tak ada rotan akarpun jadilah jadi pamungkas. Waktu terus berjalan, akhirnya gagasan BMT Centre tetap harus digulirkan. What ever will be, will be-lah.

Kelompok IGGI dan Kelompok G-7 dibentuk dengan tujuan jelas. Hendak menjadi lembaga donor bagi negara yang membutuhkan dana. IGGI bahkan jadi forum yang hanya bertugas untuk mendanai Indonesia. Yang musti dicatat, negara-negara donor ini membetuk forum agar peran mereka tidak tabrakan saat membantu negara lain. Jelas ini bicara kepentingan, yang antara ekonomi dan politik tidak bisa dipisahkan. Untuk itu mereka buat aturan main agar tak terjadi benturan. Jelas, terarah dan ada target yang hendak dicapai.

Sementara BMT Centre, masih tak jelas arahnya ke depan. Sebagai forum agaknya tidak. Ini tampak dari BMT yang boleh hadir hanya yang punya asset di atas 3 miliar. Dengan pembatasan asset sebagai satu kriteria, sesungguhnya ada sesuatu yang hendak diraih. Setidaknya diharap BMT raksasa ini bisa memberi contoh bagi BMT gurem yang belum berkembang maksimal. Jika sedari awal BMT Centre digagas sebagai forum, tentu yang diundang tak terbatas. Masih banyak BMT dalam jejaring DD yang assetnya di bawah 1 miliaran. Bicara forum adalah bicara hak semua anggota. Namun bicara jatah, jelas itu milik yang mampu saja. Lalu bicara forum terbatas, ekslusif dan hanya papan atas, apa sesungguhnya yang dituju? Mungkin tak satupun ada yang bisa menjawab. Gagasan awal BMT Centre memang terlanjur telah jadi bola liar.

Ibarat main bola sungguhan, bola jangan hanya digoreng kesana sini. Bahkan jangan ragu saat akan menjebol gawang lawan. Ragu sedetik, lawan segera menutup seluruh celah. Menaklukan bola liar sebenarnya juga mudah. Siapa yang tegas bersikap, akan mengambil alih peran. Apalagi jika sikap itu dilandasi dengan sebuah konsep. Itulah yang terjadi. Agaknya penggagas BMT Centre masih ragu, yang akhirnya harus mau berbagi peran. Padahal pihak yang menuntut peran, belum tentu sungguh-sungguh mau memainkan perannya. Maka jangan kecewa jika gagasan itu akhirnya jadi mentah lagi. Sebab siapa bisa yakini, bahwa semua pihak punya visi yang sama.

Sifat Forum

Berubahnya gagasan, punya dampak sangat signifikan. Gagasan yang lepas, bisa mewujud jadi lembaga yang belum tentu bisa dipahami karakternya. Inilah yang harus disadari oleh operator di belakangnya. Lembaga berbentuk forum, punya karakter tersendiri. Forum ibarat terminal. Siapapun boleh datang dan pergi. Yang aktif tiap hari datang, tak lebih istimewa ketimbang anggota yang pasif. Yang aktif dapat mengembangkan diri karena inisiatifnya, bukan karena forum itu bisa memberi sesuatu. Forum milik semua orang, tak ada yang boleh dominan. Anggota punya hak yang sama, tak bisa ada yang merampas. Forum pun harus adil, berdiri di atas seluruh kepentingan anggota. Forum yang hidup di kalangan Melayu, harus berazas berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Tak ada yang boleh lebih populer, lebih cakap dan lebih kuat.

Masyarakat Melayu belum teruji kedewasaannya dalam membentuk masyarakat sipil. Hak dan kewajiban terbalik-balik. Wewenang dan tanggung jawab pun campur aduk. Dengan kondisi begini, forum dengan tuntutan kelembagaannya jadi tergadai. Yang akhirnya hidup matinya forum tergantung pada siapa di belakangnya. Bukan tergantung pada seharusnya lembaga ini hidup. Sedang anggota yang lain, belum tentu peduli. Atau segera mengucap beribu-ribu terimakasih kepada pihak yang amat serius mengurusi forum. Meski barangkali forum itu hidup sesuai dengan selera pengurus, yang tak lagi berdiri dan semakin menyimpang di atas azasnya.

Forum hanyalah lalu lintas keluar masuknya anggota. Jikapun aturan ditegakkan, siapa yang bisa memberi sanksi pada anggota. Sanksi selalu kandas dan jadi bahan gurauan anggota. Forum hanya indah di saat-saat pertemuan. Yel-yel yang membahana memang membakar. Namun hanya di saat perhelatan itu masih berlangsung. Namun setelah ajang pesta usai, kesadaran pun muncul. Seolah seseorang baru terbangun dari lelapnya tidur, apa sebenarnya yang terjadi, kemana arah lembaga ini dan apa targetnya. Gugatan muncul sementara lembaga baru telah terbentuk.

Forum biasanya diurus oleh orang-orang penting dan yang punya kesibukkan luar biasa. Bahkan sering juga forum diurus oleh orang-orang yang tempat tinggalnya berjauhan. Hingga untuk mengadakan pertemuan, harus berjuang habis-habisan hanya untuk sekadar konfirmasi. Padahal pada saat pertemuan berlangsung, yang tadinya sudah konfirmasi ternyata juga tak bisa hadir. Bahkan yang hadirpun ternyata tak sungguh-sungguh. Jika tak serius bicara, segera meninggalkan tempat karena ada janji lain. Forum hanyalah sekadar forum. Terkebiri karena fungsi forum memang seperti terminal. Orang keluar masuk dengan leluasa, yang tak bisa dicegah oleh siapapun.

Forum tak bisa menghasilkan apa-apa. Jikapun mengeluarkan deklarasi, akan diseriusi oleh anggota dengan kelompoknya. Jarang sekali deklarasi itu ditujukan untuk kebesaran forum. Forum dianggotai oleh berbagai lembaga, yang masing-masing punya visi dan misinya. Biar bagaimanapun tiap anggota akan mementingkan kelompoknya ketimbang visi misi dan tujuan forum. Forum sering terkhianati oleh anggota. Info yang diperoleh dari forum, akan dibawa anggota kepada kelompoknya. Yang cilakanya jika pengurus forum adalah pejabat teras dari lembaga anggota, maka kepentingan lembaga cenderung didahulukan.

Sebagai terminal, forum pun jadi tempat bertemunya beragam isu. Bahkan boleh jadi di forum itu isu jadi matang. Maka forum pun bisa jadi sumber yang melahirkan berbagai isu penting. Karena itu forum pun jadi tempat bertemunya berbagai kepentingan. Terkadang kepentingan itu tajam terasa yang berakhir dengan benturan dan konflik. Namun sering juga yang dikhawatirkan ternyata tak terjadi. Karena sifatnya forum memang tak bisa memberi lebih pada anggota. Maka yang sudah jadi sejarah bangsa ini, hampir seluruh forum mati diam-diam. Pengurusnya lelah mengurus sesuatu yang tak mampu memberi lebih. Anggota pun lebih mementingkan kesibukkannya ketimbang forum. Forum punya tradisi sendiri, yakni dibentuk untuk mati. Indah saat dibentuk, dan memang cukup sampai di situ. Karena bersamaan dengan waktu, pengurus dan anggota sama-sama undur diri.

Waktu yang nanti akan mempertegas sejarah perforuman. Apakah BMT Centre bisa tetap eksis, atau juga berakhir diam-diam. Kini tinggal DD. Hendak diarahkan kemana BMT dalam jaringan DD? Mengharap BMT Centre yang telah berbentuk forum, jelas mustahil. Sebagai forum, DD tak boleh mementingkan diri sendiri. Memaksa diri melalui BMT Centre, jelas ini pengkhianatan pada anggota yang lain. Maka di samping BMT Centre, masihkah DD mau berlelah-lelah memajukan BMT jejaringnya? Jawaban DD adalah sebuah cermin. Di sini DD harus bisa membuktikan, apakah DD punya visi atau tidak.

Banda Aceh


One Response to “BMT Center (Bagian 2)”

  1. Veka Says:
    Alhamdulillah...Apa kabar Pak Eri..? Masih ingat saya..? Pak mau tanya..?? NTT itu kan sangat miskin..karena kekeringan. padahal di Dubai..kering tapi bisa kaya karena tanaman kurma. Kenapa tidak ada ide untuk bertanan kurma di NTT untuk menghilankan kemiskinan dan memberdayakan masyarakat untuk bertanam kurma...??

    Salam,

    http://r4z4ku.blogspot.com

= Leave a Reply